PROFIL PRIBADI MUSLIM
Oleh : Drs. Yusrizalwami Khatib
Nan Sati
Al-Qur’an
dan Sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah Saw yang harus selalu dirujuk oleh
setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan
yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi
muslim yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan sunnah adalah pribadi yang shaleh,
pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang
datang dari Allah Swt.
Persepsi
masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang
pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada
orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah, padahal itu
hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang muslim. Oleh
karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah merupakan
sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi pembentukan pribadi
muslim.
Bila
disederhanakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh profil atau ciri khas yang harus
lekat pada pribadi muslim.
1. Salimul Aqidah
Aqidah
yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada
setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan
yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan
menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan
kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada
Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: Sesungguhnya shalatku, ibadahku,
hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam (QS 6:162).
Karena
memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam
da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan
aqidah, iman atau tauhid.
2. Shahihul Ibadah.
Ibadah
yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw
yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: “shalatlah kamu
sebagaimana kamu melihat aku shalat”. Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan
bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah
Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq.
Akhlak
yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan
prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada
Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan
bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Karena
begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah
Saw ditutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan
kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam
Al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar
memiliki akhlak yang agung (QS 68:4).
4. Qowiyyul Jismi.
Kekuatan
jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus
ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga
dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat.
Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus
dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah
dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Oleh
karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun
demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu
kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena
kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang
artinya: Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah (HR.
Muslim).
5. Mutsaqqoful Fikri
Intelek
dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi
muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah
(cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia
untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu
tentang, khamar dan judi. Katakanlah: “pada keduanya itu terdapat dosa besar
dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219).
Di
dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus
dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki
wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya
suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih
dahulu.
Oleh karena itu Allah mempertanyakan
kepada kita tentang tingkatan intelektualitas
seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah
orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?”, sesungguhnya
orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).
6.
Mujahadatul Linafsihi.
Berjuang melawan hawa nafsu
(mujahadatul linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada
pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada
yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan
menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu
akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.
Oleh karena itu hawa nafsu yang ada
pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah
Saw bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia
menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR.
Hakim).
7.
Harishun Ala Waqtihi.
Pandai menjaga waktu (harishun
ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu
itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya.
Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu
seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya.
Allah Swt memberikan waktu kepada
manusia dalam jumlah yang sama setiap, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu
yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi.
Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam
daripada kehilangan waktu”. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan
tidak akan pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat
dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu
dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang
disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum
datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda
sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8.
Munazhzhamun fi Syuunihi.
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun
fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh
Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait
dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan
dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan
bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.
3
Dengan kata lain, suatu urusan
dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya,
profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh,
bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan
merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan
tugas-tugasnya.
9.
Qodirun Alal Kasbi.
Memiliki kemampuan usaha sendiri
atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan
ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat
diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa
dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi
ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena
tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Kareitu pribadi muslim tidaklah
mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia
bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa
depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam
Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian
inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar
dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt,
karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya
memerlukan skill atau ketrampilan.
10.
Nafi’un Lighoirihi.
Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un
lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang
dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang
disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai
seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan.
Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan
berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga
jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam
masyarakatnya.
Dalam
kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).
Demikian
secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits,
sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.