Inspirasi

"Students don`t Care How Much You Know until They Know How Much You care" -=Siswa tidak peduli Betapa pintarnya Seorang guru, Yang mereka pedulikan adalah apakah guru tersebut juga peduli terhadap dirinya=-

Kamis, 13 Desember 2012

KURIKULUM 2013

Selamat Datang Kurikulum 2013!

MULAI tahun ajaran 2013/2014, atau tepatnya Juli tahun depan, pemerintah akan mengimplementasikan kurikulum baru yang disebut Kurikulum Perekat Kesatuan Bangsa atau Kurikulum 2013. Kurikulum ini diberlakukan sebagai respons atas berbagai kondisi bangsa yang terjadi akhir-akhir ini. Sebagaimana didengungkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kurikulum ini adalah jawaban atas ancaman disintegrasi bangsa yang mewujud dalam berbagai pertikaian, kerusuhan, demonstrasi anarkis, gerakan separatis serta berbagai tragedi lainnya yang menghiasi perjalanan negeri ini. Melalui kurikulum ini, jiwa generasi baru diharapkan makin nasionalis, inklusif, menghargai perbedaan, beretika dalam menyampaikan pendapat, serta mengamalkan berbagai karakter mulia lainnya. 
Selain itu, Kurikulum 2013 juga merupakan upaya sadar dan sungguh-sungguh untuk meningkatkan kompetensi analitis pelajar Indonesia dalam menyiasati tuntutan abad XXI yang membutuhkan individu dengan kemampuan berpikir kompleks. Sebagaimana dilansir McKinsey Global Institute “Indonesia Today”, dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kompetensi pelajar Indonesia dalam berpikir analitis sangat rendah. Hanya 5 persen pelajar yang memiliki kompetensi tersebut.  Angka ini menempatkan Indonesia berada di bawah pelajar Jepang, Thailand, Singapura dan Malaysia. Untuk itu, sistem pembelajaran yang berlangsung sekarang perlu dirubah sehingga memacu pelajar berpikir analitis,  kompetitif, produktif, kreatif, inovatif dan afektif yang akan dijawab melalui kurikulum ini lewat pembelajaran tematik integratif. 

Empat Aspek Perubahan

Kurikulum 2013 memiliki empat aspek yang mengalami perubahan (Anita Lie, 2012). Keempat aspek tersebut adalah standar kompetensi lulusan (SKL), standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Standar kompetensi lulusan berfokus pada pengembangan nilai, ilmu pengetahuan dan keterampilan secara terpadu demi tercapainya kompetensi. Ada empat kompetensi inti – penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sikap, keterampilan dan pengetahuan - yang menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar pada setiap kelas dari tiap jenjang pendidikan.
Standar isi berfokus pada kompetensi yang dikembangkan menjadi mata pelajaran melalui pendekatan tematik-integratif. Selaras dengan dasar pemikiran ini maka mata pelajaran IPA dan IPS tidak lagi menjadi satu disiplin ilmu khusus tetapi digabungkan ke dalam enam mata pelajaran lain yakni Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Bahasa Indonesia, Matematika, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, serta Seni dan Budaya. 
Dalam standar proses, penekanannya pada perubahan strategi pembelajaran guru. Guru diwajibkan merancang dan menjalankan proses pembelajaran aktif, menyenangkan. Guru menjadi fasilitator yang mendorong peserta didik mengamati, menanyakan, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. 
Standar penilaian juga mengalami perubahan dari penilaian yang hanya mengukur hasil pencapaian kompetensi menjadi sistem penilaian yang otentik yang merupakan gabungan dari penilaian terhadap sikap, keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan hasil dan proses.



Perkuat Guru

Rencana pemerintah memberlakukan Kurikulum 2013 sudah tidak dapat ditawar lagi. Memang ada uji publik dan ujicoba kurikulum dalam rentang waktu enam bulan ke depan, tetapi itu tidak akan signifikan mempengaruhi rencana matang pemerintah. Artinya, setiap aktor pendidikan termasuk guru, mau tidak mau mesti siap mengejawantahkan kurikulum ini. 
Sebagaimana sudah disampaikan banyak pengamat, pemerhati dan pelaku pendidikan, kesuksesan sebuah kurikulum sangat tergantung pada guru yang merupakan brainware, pelaksana riil atau ujung tombak di lapangan. Sebagus apa pun kurikulum itu pada ranah konsep dan tulisan, sepanjang tidak didukung oleh guru yang berkualitas mengimplementasikannya, sulitlah kita sukses dengan kurikulum ini. Karena itu, guru perlu diperkuat dan disiapkan secara sungguh-sungguh. Langkah awal dengan melatih 40.000 ribu guru sebagai pelatih inti perlu diikuti dengan pelatihan bagi guru-guru lainnya hingga semua guru dimana pun ia mengabdi mendapatkan bekal memadai terkait kurikulum ini. Sebab, jika tidak berbekal memadai, maka nasib kurikulum ini akan buram.
Untuk memperkuat guru perlu dilakukan langkah-langkah berikut. Pertama, harus dipastikan bahwa semua guru di Tanah Air mengenal kurikulum ini. Langkah ini penting sebab hingga saat ini, ketika kurikulum ini sudah dalam tahap uji publik di beberapa kota besar, ternyata masih banyak guru yang ditanya tentang Kurikulum 2013 gagap, dan menjawab tidak tahu. Bahkan ada yang menggerutu, “Kurikulum lama saja kami belum paham,  muncul lagi kurikulum ini. Buat kami bingung saja.” 
Kedua, harus dipastikan pula bahwa semua guru mengetahui isi dari kurikulum ini. Karena itu, upaya diseminasi informasi terkait kurikulum ini perlu digalakkan dan dilakukan secara masif. Mengapa? Berdasarkan pengalaman implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) – dua kurikulum yang berlaku sejak zaman reformasi bergulir, banyak guru yang hingga akhir hayat kedua kurikulum tersebut tetap bingung tentang isi kurikulumnya. Sebagaimana terlihat dalam banyak kasus, guru berprinsip, apa pun kurikulumnya, metodenya sama, ceramah atau CBSA – Catat Bahan Sampai Abis. Guru tetap berperan sebagai sumber kebenaran yang wajib didengar oleh siswanya. Praktik yang sangat bertentangan dengan nafas dari Kurikulum 2013 yang menghendaki siswa yang aktif, kreatif, inovatif dan produktif.
Ketiga, pelatihan guru secara serius, dan sungguh-sungguh. Kata serius, dan sungguh-sungguh perlu digarisbawahi karena potret kelabu kurikulum-kurikulum sebelumnya bukan karena konsepnya yang salah tetapi karena tidak adanya keseriusan melatih guru hingga benar-benar mahir mengaplikasikan kurikulum dalam kelas. Kebanyakan pelatihan guru yang diselenggarakan tidak lebih dari aktivitas “leissure time”, menghabiskan waktu untuk sejenak bebas dari jebakan rutinitas tanpa hasil maksimal. Hasil penelitian Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menemukan bahwa lebih dari 50 persen guru di 20 kota di Indonesia ternyata minim mengikuti pelatihan. Bila kurikulum ini mau berhasil maka guru harus benar-benar dilibatkan dalam pelatihan tanpa pandang bulu sehingga dapat lahir guru yang terlatih dan terampil. Jika tidak, pemeo ganti menteri ganti kurikulum ada benarnya. Kurikulum baru bukan sarana meningkatkan daya saing generasi muda tetapi sekadar penegasan bahwa sang menteri juga mampu membuat kurikulum baru. 
Selamat datang Kurikulum 2013!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berkaryalah. terima kasih

Komentar facebook